Title : Dear
Friend
Type : Minichapter
Author :
Anis
Genre
: Mystery
Rating : NC-17
Cast : Shigeaki
Kato (NEWS), Tegoshi Yuya (NEWS), Masuda Takahisa (NEWS), Koyama Keiichiro
(NEWS), Hasegawa Miku (OC), Ayase Risa (OC)
Disclaimer
: I don’t own all character here. I own this plot and this just fiction ^^
N/B :
this first time i make a murder story, enjoy for reading J
Dear
Friend
Chapter
01
Keiichiro mengintip jendela yang berada tepat di
belakangnya. Ia memandang pemandangan kota Tokyo di malam hari dengan perasaan
bahagia, karena besok adalah hari jadinya yang ke-13 dengan tunangannya, Ayase
Risa. Jadi belakangan ini ia selalu melihat sesuatu dengan indah dari matanya.
Ya, dengan cinta semua terlihat menjadi indah.
“Koyama-san, sudah waktunya.” ucap seorang staf
stasiun televisi ternama di Jepang. Keiichiro segera bergegas, merapikan
kembali setelan kemejanya yang sudah rapi.
Beberapa jam kemudian berlalu. Pekerjaannya pun sudah
selesai, seperti biasanya ia pulang ke apartemennya. Tapi kali ini beberapa
staff mengajaknya untuk ‘minum-minum’ di kedai langganannya. Keiichiro langsung
menyetujui ajakan tersebut karena tidak ada salahnya jika ia menghabiskan
sedikit waktu malam ini dengan berkumpul-kumpul bersama rekan-rekannya.
Dua jam berlalu dengan cepatnya. Keiichiro yang sudah
cukup mengantuk segera pamit pulang, karena besok ia harus bangun lebih awal
dari biasanya. Mempersiapkan sesuatu yang istimewa untuk orang yang
dikasihinya.
Keiichiro mengerutkan keningnya saat diperjalanan
pulang, ada kecelakaan. Ia sengaja menjalankan mobilnya dengan pelan saat
melewati tempat kejadian tersebut, mengamati sisa-sisa kecelakaan yang sepertinya
baru terjadi sekitar dua jam yang lalu. Ia seperti mengenali mobil tersebut,
tak asing baginya. Tapi di kota besar seperti ini tentu saja banyak yang
memiliki mobil tersebut, pikirnya. Ia membuang semua perasaan buruk dan kembali
tersenyum. “Senyum memang selalu membawa energi positif, Risa-chan benar.” Ia
mengenang kata-kata tunangannya di saat ia sedang sedih, terpuruk atau apapun,
di saat itu pula, Ayase Risa akan menyentuh wajah Keiichiro dan memandangnya, “Senyumlah, maka energi positif akan datang
ke dalam dirimu dan ke khawatiran pun akan sirna.”
“Keii-chan!! Lama sekali pulangnya.” sapa seseorang
yang daritadi menunggu kehadiran Keiichiro sambil memakan beberapa makanan
ringan di apartemen Keiichiro.
“Sudah lama sekali kau tidak pernah menginap disini.
Ada masalah lagi dirumah?” tanya Keiichiro kepada eksistensi tersebut.
Yang ditanya hanya menatap Keiichiro dengan heran,
“Lho, Keii-chan belum tau?” tanyanya.
“Tau apa?” tanya Keiichiro sambil tersenyum.
“Kenapa senyum? Gak biasanya.”
“Hei hei hei, besok hari jadiku yang ke-13 dengan
Risa. Jadi harus senang terus. Kau tau, cinta membawa kebahagiaan.” Keiichiro
kembali tersenyum dan men-charge
ponselnya yang mati.
“Untunglah kalau kau tidak tau, jadi aku tidak perlu
melihat wajah sedihmu.” katanya dengan pelan.
Keiichiro melepas setelan kemejanya, “Mau mandi,
Keii-chan?” tanyanya dengan senyuman yang seolah-olah dibuat-buat.
Keiichiro menjawabnya dengan anggukan dan
bersiap-siap untuk mandi. Eksistensi tersebut memandang punggung Keiichiro yang
semakin menjauh, “Akan lebih baik jika kau tidak pernah tau, Keii-chan.” Ia beranjak
dari tempatnya menyalakan ponsel Keiichiro dan mengaktifkan mode silent, tak lama setelah ponselnya
dinyalakan, ia melihat beberapa e-mail masuk yang berupa pemberitahuan tentang
meninggalnya seseorang. Ia menaruh ponsel tersebut ke tempat semula dan
menghela napasnya, lalu ia menuju pintu kamar mandi. Ceklek. Suara pintu terkunci.
***
Haru, sedih, dan perasaan kehilangan memekat ruangan tersebut.
Hampir semua baju-baju hitam menunjukkan wajah kelabunya, tanda mereka merasa
kehilangan seseorang. Banyak cerita-cerita yang menggema tentang kisah hidup
seseorang yang kini menjadi pusat pembicaraan di ruangan tersebut. Mereka
merasa kehilangan oleh sosok yang pernah mengisi cerita hidup mereka.
Seorang laki-laki tampak panik sambil terus mencoba
menghubungi seseorang melalui ponselnya. “Sudahlah, kalau memang tidak di
angkat jangan di telpon terus. Berikan waktu untuk Koyama.” kata perempuan yang
sedari tadi berada di samping laki-laki tersebut.
“Tapi aku belum melihat Keii-chan dari tadi.” seru laki-laki
tersebut tak mau kalah.
“Shige-kun, tidak mudah bagi Koyama untuk menerima
semua kenyataan ini. Biarkanlah ia sendiri dulu.” perempuan tersebut
menenangkan laki-laki yang bernama Kato Shigeaki dengan suaranya yang lembut.
“Bagaimana kalau Keii-chan bunuh diri?” Shigeaki
terlihat tambah panik dengan kesimpulan yang ia buat sendiri.
“Jangan berpikiran negatif, kamu sendiri yang bilang
kalau Koyama orangnya tegar. Jangan panik. Tenang!” perempuan tersebut
menyentuh kedua tangan Shigeaki, ia mencoba ‘menyalurkan’ ketenangan untuk
kekasihnya.
Seorang pria berwajah chubby menghampiri Shigeaki dan kekasihnya, ia menepuk pundak
Shigeaki, “Sudah ketemu Keii-chan?” tanyanya langsung ke inti pembicaraan.
Shigeaki hanya menggeleng, “Ya, kita harus biarkan
Keii-chan sendiri dulu.” kata laki-laki tersebut sambil menyenderkan tubuhnya
ke dinding yang ada di dekatnya.
“Tegoshi mana?” tanya Shigeaki.
“Sedang memberi salam terakhir untuk Risa-san.”
Laki-laki tersebut melihat perempuan yang ada di
samping Shigeaki, “Konnichiwa, Hagesawa.” sapa laki-laki tersebut dengan ramah.
“Konnichiwa, Masuda.” balasnya tak kalah ramah.
“Ah itu Tegoshi.” kata Masuda Takahisa begitu melihat
laki-laki dengan rambut blonde yang menyapanya dari jauh.
“Yo.” sapa Tegoshi Yuya dengan singkat.
“Ku kira kau bersama Keii-chan.” Shigeaki menunjukkan
ekspresi kecewanya.
“Eh? Keii-chan belum datang?” tanya Tegoshi heran.
Shigeaki dan Masuda menggeleng bersamaan. Tegoshi
mengerti isyarat tersebut, ia tampak berpikir sejenak, kemudian mengajak ketiga
temannya tersebut menghampiri teman mereka yang mengunjungi upacara pemakaman
Ayase Risa.
***
Keiichiro memandang pintu kamar mandinya dengan
tatapan kosong, ia tidak habis berpikir di hari jadinya ini ia malah terkunci di
kamar mandi hampir seharian. Rencananya untuk mempersiapkan hari jadinya telah
hancur berantakan.
Suara pintu apartemennya terbuka, ia yakin Risa
datang ke apartemennya karena hampir seharian Keiichiro tidak ada kabar sama
sekali. Senyum yang sedari tadi hilang kembali muncul di wajah Keiichiro,
“Risa-chan, aku terkunci di kamar mandi. Bisa bukakan pintunya?” serunya dengan
suara yang terdengar bahagia.
Ceklek.
Seseorang membuka kunci pintu kamar mandi Keiichiro dan tersenyum dengan manis,
“Maaf, aku tidak tega jika melihatmu terus larut dalam kesedihan.”
Keiichiro tampak bingung, “Hoi, apa maksudmu?! Ini
tidak lucu!”
Eksistensi tersebut menghampiri Keiichiro yang
berdiri di depan bak mandinya, ia memaksa Keiichiro duduk dilantai kamar mandi
dan menduduki tubuhnya. Ia mengeluarkan sapu tangan dan menyumpal mulut
Keiichiro. Keiichiro terlihat semakin bingung, ia tidak bisa melawan, tubuhnya
terlalu lemas karena belum memakan dan meminum apapun.
Sebuah pisau di keluarkan oleh eksistensi tersebut
dari dalam celana yang ia gunakannya. Ia memegang kedua tangan Keiichiro dengan
erat dan menyayat pelan nadi di tangan kanan Keiichiro. “Risa-san meninggal
kemarin malam saat menuju apartemenmu.” katanya sambil menyayat nadi Keiichiro,
darah yang menyembur keluar pun semakin banyak setiap ia memberikan sayatan
tersebut.
“Kau ingat? Saat SMP aku yang mengenalkanmu dengan
Risa-san, dan tak lama kemudian kalian jadian karena merasa cocok satu sama
lain. Saat mendengar kabar kematian Risa-san, rasanya tidak adil jika aku yang
mempersatukan kalian saat SMP, tidak mempersatukan kalian kembali saat ini.”
ucapnya masih sambil menyayat.
“Lagipula jika aku tidak mempersatukanmu, aku tidak
akan kuat melihatmu yang terus menangis karena merasa kehilangan. Aku tidak
tega melihat orang yang ku sayang harus menunjukkan wajah sedihnya di
hadapanku. Aku akan jauh lebih bahagia jika orang yang kusayang bahagia di alam
sana.”
Air mata Keiichiro terus mengalir saat mendengar
kabar kematian tunangannya, sayatan yang diberikan orang tersebut sama sekali
tidak terasa sakit untuknya. Ia seperti mati rasa. Ia memandang orang yang
menyayat nadi tangan kanannya dengan pandangan kosong, ia seperti menyerahkan
hidupnya kepada orang tersebut.
“Enam sayatan... tujuh sayatan... delapan sayatan...
sembilan sayatan... sepuluh sayatan... sebelas sayatan... dua belas sayatan...
tiga belas sayatan... ya, tiga belas sayatan sudah cukup. Tiga belas sama
seperti hari jadimu dengan Risa-san, ya?” penyayat tersebut memandang Keiichiro
yang sudah memejamkan matanya. “Sudah kehabisan darah ya? Aku terlalu asik
menyayat nadimu sampai tidak sadar kalau darahmu sudah habis... Happy End, ya. Aku yakin kalian akan
bertemu kembali di alam sana.”
***
“Masih menghubungi Keii-chan?” tanya seorang
bartender kepada pelanggannya.
“Dan masih tidak di jawab. Ini sudah lima hari
semenjak kematian Risa-san. Aku tidak percaya kalau Keii-chan masih belum
menerima semua kenyataan ini.” ucap Shigeaki sambil memandang ponselnya.
“Aku rasa kita harus mengunjungi apartemennya,
firasatku mulai tidak enak.” usul bartender tersebut yang merupakan Masuda
Takahisa.
“Kapan? Sore ini?” tanya Shigeaki.
Masuda mengangguk, “Aku akan ajak Tegoshi juga.”
Shigeaki melihat jam tangannya menunjukkan waktu 12:45,
“Sore ini aku tunggu di depan apertemen Keii-chan. Baiklah, jam istirahatku
akan habis. Aku pergi dulu.”
Masuda mengangguk sambil masih mengelap beberapa
gelas yang sudah tampak mengilap.
***
Sore hari musim semi selalu terlihat indah dengan
pemandangan bunga sakura, tapi rasanya mendadak menjadi buruk jika sahabat yang
selalu menghabiskan waktu bersamanya masih tidak menunjukkan batang hidungnya.
Ia memandang bunga-bunga sakura tersebut dengan firasat buruk yang terus
menghantuinya saat keluar kantornya. Begitu melihat sahabatnya yang lain, ia
segera menepis segala firasat buruk, “Yo. Sudah lama?” tanyanya.
“Baru sampai lima menit yang lalu.” jawab Masuda.
“Kau lama sekali Shige!” kata Tegoshi karena
sepertinya ia yang paling cepat sampai.
“Maaf.” jawabnya singkat.
Ketiga lelaki tersebut segera menuju apartemen
Keiichiro yang berada di lantai lima. Suasana hening menyelimuti mereka, tak
ada yang memulai mencairkan suasana. Berbagai perasaan khawatir, cemas dan
rindu pun semakin memuncak saat mereka sampai di tepat pintu apartemen
Keiichiro. Shigeaki segera mengetuk pintunya. Tidak ada jawaban. Ia kembali
mengetuknya dengan suara yang lebih keras, kekhawatirannya sudah tidak dapat di
sembunyikannya lagi. Tidak ada jawaban. Ia memandang Tegoshi dan Masuda,
memberi isyarat ‘Apa yang harus kita
lakukan’.
“Kita harus membuka paksa pintunya.” usul Masuda
diikuti anggukan Shigeaki dan Tegoshi.
Mereka berhasil membuka pintu tersebut dengan cara
mendobraknya, “Keii-chan, Keii-chan!!” mereka meneriaki nama kecil Keiichiro,
mencari pemilik nama di seluruh ruangan. Shigeaki mencium bau yang tidak sedap
di dekat kamar mandi, firasat buruk semakin memuncak, otaknya tidak ingin
mencari sumber bau tersebut, tapi kakinya tidak bisa berhenti dan terus
berjalan. Ia memutar kenop pintu kamar mandi, membukanya, kemudian ia terjatuh
begitu melihat yang ada di depannya. Otaknya seakan berhenti bekerja, bau
bangkai manusia seperti tidak mengganggu indera penciumannya, kakinya seakan
lumpuh, lidahnya kaku, ia hanya diam.
Bau tersebut segera menyeruak ke sebagian ruangan di
apartemen Keiichiro, Masuda dan Tegoshi mengikuti sumber bau tersebut. Keduanya
sama-sama melihat pemandangan yang menyedihkan, hal yang paling tidak mereka
inginkan terjadi di depan mata mereka.
“Aku tidak percaya Keii-chan akan bunuh diri.” kata
Masuda, air matanya menetes perlahan.
Air mata Tegoshi mulai mengalir, “Hanya dalam waktu
seminggu aku harus kehilangan dua temanku.”
Shigeaki yang sedari tadi hanya diam tiba-tiba segera
berdiri, ia mengambil ponselnya dan menelpon polisi. Kemudian ia mengambil
kamera yang selalu ada di tasnya.
“Jangan gila! Kau masih sempat melakukan hobimu
disaat Keii-chan seperti ini.” Masuda mencegah Shigeaki yang sudah siap
memotret Keiichiro.
Shigeaki memandang Masuda dengan tajam, “Aku yakin
ini bukan bunuh diri. Aku tau benar siapa Keii-chan. Aku akan menyelidikinya.
Ini pasti bukan bunuh diri!” Shigeaki memfoto Keiichiro yang sudah tidak
bernyawa tersebut, kemudian ia seperti teringat sesuatu. Ia kembali mengambil
ponselnya, menelpon seseorang untuk segera pergi ke apartemen Keiichiro.
Tak lama kemudian, polisi datang dan segera
menyelidiki kasus kematian Keiichiro. Shigeaki meminta polisi untuk mengautopsi
jasad Keiichiro sebelum di makamkan oleh keluarganya. Polisi pun menyetujuinya.
***
Malam semakin larut, Shigeaki masih terus meneliti
foto jasad Keiichiro yang ia ambil tadi. Sepintas memang terlihat seperti bunuh
diri, bahkan polisi langsung menutup kasus tersebut karena menurut mereka ini
adalah bunuh diri. Memang kemungkinan bunuh diri sangat kuat mengingat Risa
yang baru meninggal karena kecelakaan. Sedangkan kematian Keiichiro diprediksikan
sekitar empat hari yang lalu, sehari setelah kematian Risa.
Ia memandang sayatan yang ada di tangan kanan
Keiichiro, pisau yang ada di tangan kirinya, darah yang mengering di sekitar
tubuhnya, beberapa belatung yang keluar dari tubuhnya. Ia mulai mual melihat
foto-foto tersebut, padahal saat di depan jasad Keiichiro ia sama sekali tidak
mual, merasa bau pun tidak.
“Tadaima.” suara seorang perempuan menggema di
ruangan apartemen tersebut.
“Okaeri. Ku kira kamu pulang pagi, kenapa gak minta
jemput?” ucap Shigeaki.
“Aku kira kamu sudah tidur. Lagipula polisi hanya
memberikan waktu sehari untuk mengautopsi.” kata Hasegawa Miku sambil melepas
jaket yang ia kenakan.
“Bagaimana hasilnya?”
“Semuanya menunjukkan sel-sel Koyama. Tidak ada
satupun sel milik orang lain yang ada di sekitar tubuh Koyama.”
“Bagaimana dengan sel-sel di TKP?”
“Aku belum memeriksanya, mungkin nanti siang.”
Hasegawa menghampiri Shigeaki yang sedang duduk di sofa ruang tengah apartemen
mereka. Ia menyenderkan kepalanya di bahu Shigeaki dan menutup matanya. Ia
terlihat sangat lelah.
“Maaf, karena aku menyuruhmu mengautopsi jasad
Keii-chan. Pasti capek banget ya?” Shigeaki mencium kening Hasegawa dengan
lembut.
Hasegawa tersenyum dan menggelengkan kepalanya,
“Tanpa kamu suruh pun aku akan mengautopsinya sendiri. Koyama juga temanku.”
“Menurutmu ini kasus bunuh diri apa pembunuhan?”
tanya Shigeaki. Pertanyaan tersebut selalu mengganggunya semenjak pulang dari
apartemen Keiichiro.
Hasegawa tampak berpikir, “Kalau diliat dari hasil
autopsi jelas ini bunuh diri. Jika ini memang kasus pembunuhan, pembunuhnya
pasti sangat cerdik sampai tidak meninggalkan satu jejak pun.”
“Miku-chan belum memeriksa TKP kan, jadi mungkin saja
di sana ada sel-sel selain milik Keii-chan.”
Hasegawa mengangguk, “Besok aku akan mengautopsi
semuanya.”
“Ngomong-ngomong, Miku-chan gak pernah merasa jijik
karena setiap hari berhadapan dengan mayat?”
“Kalau aku jijik atau takut melihat mayat, sekarang
aku tidak akan menjadi dokter forensik.”
Shigeaki tertawa mendengar jawaban kekasihnya, ia
menyentuh wajah kekasihnya dan mencium bibirnya dengan lembut. “Aku ingin
hubungan kita Happy End, seperti
cerita-cerita Disney.”
“Aku juga.” ucap Hasegawa sambil tersenyum manis.
***
Esoknya, di upacara pemakaman Keiichiro. Terlihat
sangat jelas, orang-orang yang Keiichiro tinggali seperti tidak percaya dan
tidak rela atas kematian Keiichiro. Apalagi jasadnya ditemukan empat hari
setelah kematiannya. Banyak pernyataan bahwa Keiichiro depresi karena di tinggali
oleh tunangannya di saat hari jadi mereka, maka Keiichiro bunuh diri di kamar
mandi apartemennya. Apalagi setelah polisi menyatakan kematian Keiichiro adalah
kasus bunuh diri, pernyataan tersebut pun semakin kuat di benak mereka.
“Sudah meneliti sejauh mana kasus kematiannya
Keii-chan?” tanya Tegoshi kepada Shigeaki yang sedaritadi hanya melamun.
“Masih belum ada kemajuan, hasil autopsinya pun
menunjukkan tidak ada sel milik orang lain di tubuh Keii-chan,” jawab Shigeaki.
“Selain Risa-san, siapa yang punya kunci duplikat
apartemen Keii-chan?” tanya Shigeaki kepada Masuda dan Tegoshi.
Keduanya mengangkat bahunya.
***
To be Continued
Yeah, ini fanfic mystery pertama saya. Mohon maaf
kalo jelek dan gak bikin tegang atau penasaran. Hehehe
Kritik dan saran di persilakan ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar