Author : anisu
Tittle : The Memories (ch. 2)
Pairing : Tegoshi Yuya X OC (Adachi Sera)
Genre : Romance
Rating : PG-15
Disclaimer : i just own my plot
Type : Multichapter, mungkin
N/B : fanfic ini di buat dalam rangka kedepresian saya, karena video news saya di laptop ilaaaaang~ maap banget kalo gaje u____u
*FLASH BACK*
“HAH? Udah malem? Sensei, hari udah gelap gini latihannya selesai dong.” Sera setengah merengek pada guru musiknya.
“Iie, ini hukuman mu karena kau telat Adachi!!” Senseinya berkata tegas.
Sera hanya bisa pasrah, senseinya sangat keras. Sekali tidak tetap tidak.
“Mainkan satu lagu dengan biolamu. Jika nadanya tidak ada yang salah, kau boleh pulang.” Perintah Senseinya.
“Hai, Sensei.”
Sera mulai menggesek biolanya, ia mengeluarkan nada-nada indah sambil memejamkan matanya. Seakan-akan ia sangat menghayati musik yang ia mainkan.
Baru setengah ia memainkan biolanya, “Adachi, kau boleh pulang. Karena aku juga akan pulang.” Senseinya berkata dengan panik sambil merapikan barang-barangnya yang berserakan di meja.
“Heh? Doushite sensei?” Raut wajah Sera sangat jelas terlukiskan bahwa ia bingung dengan tingkah Senseinya yang tak biasa seperti itu.
“Istriku melahirkan!! Aku harus cepat-cepat pergi ke rumah sakit! Maaf Adachi aku pulang duluan.”
Senseinya sangat panik dan berlari dengan cepat meninggalkan ruang musik dan sekarang hanya Sera sendiri yang masih ada di ruang musik dan juga di sekolah pastinya. Karena sekarang sudah pukul 8 malam. Tidak mungkin masih ada siswa di sekolah sekarang. Senseinya memang gila, Sera hanya telat 5 menit. Tapi hukumannya, tambahan latihan sampai 2 jam.
“Baru kali ini aku pulang selarut ini. Huh.” Sera hanya bisa pasrah dengan perlakuan Senseinya terhadap dirinya.
“Sumisen, Sera-san kau belum pulang? Ini sudah sangat larut.”
“Eeeeh? Tegoshi-senpai desuka?”
“Hai, kenapa kau masih disini? Sangat bahaya jika wanita pulang terlalu larut.”
“Ini aku baru mau pulang, aku di tinggal sensei pulang karena ia harus buru-buru. Istrinya sedang melahirkan katanya.” jelas Sera dengan wajah pasrah.
“Hei, Sera. Doushite?” Yuya khawatir dengan Sera karena ia mulai menjatuhkan air matanya perlahan.
“A.. Aku, takut gelap. Aku ingin pulang, tapi jalanannya.. gelap.. kowaii..” tangisannya bertambah kencang.
“Da, daijobu.. aku akan mengantarmu pulang. Kau bisa menunjukkan jalanan rumahmu kan?” baru kali ini Yuya melihat seorang gadis menangis di depannya. Tentulah ia menjadi sangat panik.
“A.. Aku tidak berani membuka mata jika gelap. Aku sangat takut gelap.” Tangisannnya belum berhenti.
“Hah, bagaimana kalau kau memberi alamat rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang, sementara nanti kau di belakang bisa menutup matamu sambil mendengarkan lagu dari media playerku. Bagaimana?”
Sera mengangguk. Tapi dia masih menangis.
“Berhentilah menangis, dan tulis alamat rumahmu di punggung tanganku.”
Sera menulis alamat rumahnya di punggung tangan Yuya, hatinya sedikit tenang. Untung senpainya yang ini masih ada di sekolah. Jika tidak ada, ia tidak tahu harus bagaimana.
“Oh ini, sepertinya aku tau rumahmu. Nah sekarang tutup matamu. Aku akan menutup matamu dengan bahan ini.” Yuya memotong kemeja sekolah bagian bawahnya dengan gunting yang ada di ruang klub musik.
“Demo, itu kan kemeja sekolahmu senpai. Jangan gila!” Sera merasa tidak enak dengan Yuya.
“Daijobu. Nah, ayo tutup matamu. Dan dengarkan musik-musik yang ada disini, musiknya sudah aku ganti dengan musik klasik yang menenangkan hati kok. Jika aku sedikit stres, pasti aku akan mendengarkan musik-musik klasik ini.”
Raut wajah Sera masih melukiskan ketakutan, tentu saja ia belum percaya dengan senpainya. Baru juga mengenalnya hari ini, apalagi Sera bukanlah tipe yang mudah mempercayai orang.
“Jangan khawatir aku akan melindungi mu.”
Yuya menggiring Sera keluar sekolah. Ia berjalan pelan-pelan menyeimbangi langkah Sera. Menggenggam tangan Sera dengan kuat, begitupun sebaliknya.
“Ne, Sera. Pegang pinggangku agar kau tidak jatuh, jika kau tidak mau pegang pinggangku kau bisa pegang jok sepeda. Buatlah dirimu senyaman mungkin.”
“Hai.” Sera masih ketakutan.
Musik di media player Yuya berhenti, angin malam menyambar telinga Sera yang membuatnya tambah mengidik ngeri. Dengan gerakan refleks, ia langsung memeluk punggung Yuya dari belakang.
“Kowaii.. kowaii. Kowaii..”
Yuya dapat mendengar rintihan Sera dari belakang, ia tidak tega melihat gadis yang ia sukai harus ketakutan seperti itu.
"Tenang Sera, sedikit lagi kita akan sampai di rumahmu. Lagu di media player-ku berhenti ya?”
“I..iya.”
“Maaf ya, tadi batrenya hanya tersisa sedikit. Tenangkan hatimu, lalu bayangkan yang indah-indah. Bayangkan hal yang membuatmu bahagia.”
Sebenarnya sedari tadi, jantung Yuya berdetak kencang. Bagaimana tidak, baru kali ini ia berbicara dengan sangat dekat dengan gadis yang ia sukai sejak pertama kali melihatnya. Dan sekarang gadis tersebut memeluk punggungnya dengan erat.
“Ne, Sera. Sudah sampai rumahmu. Di depan rumahmu terang kok Sera, kau bisa membuka ikatan penutup itu.” kata Yuya dengan lembut.
“A..arigatou senpai.” Sera menunduk dan langsung berlari masuk ke rumahnya.
Yuya hanya tersenyum melihat Sera. Kini ia sudah tenang, gadisnya sudah aman sekarang. Yuya memasukkan sesuatu ke dalam kotak surat keluarga Adachi, lalu ia pulang dengan sepedanya.
Keeseokan harinya di sekolah..
“Ohayou.” sapa Sera kepada teman-teman kelasnya dengan semangat pagi.
“Wah, Mai.. Kireii. kau cantik sekali dengan rambut ikal.” Mai yang di puji dengan Sera hanya diam saja. Mukanya sangat masam.
“Doushite? Mai?” tanya Sera penasaran.
“Percuma saja rambutku ikal, tetapi orang yang kusukai sudah tidak ada.” jawab Mai dengan wajah yang masih masam.
“Maksudmu Tegoshi-senpai tidak ada? Kemana?” Sera tambah penasaran.
“Kemarin hari terakhirnya bersekolah disini. Sekarang ia akan pergi ke Tokyo. Ia mendapat panggilan dari Johnny’s Entertaiment.” Mai menangis.
“Kau bohong kan Mai? Ini tidak mungkin. Kemarin ia tidak mengatakan apa-apa padaku.” Sera juga ikut menangis, ia ingat bagaimana perlakuan Yuya kemarin terhadap dirinya. Padahal Sera sekarang mempunyai rasa terhadap Yuya karena hal kemarin. Tapi sekarang Yuya sudah pergi. Sungguh ini sangat menyakitkan.
“Kenapa kau juga menangis Sera? Bukankah kau tidak punya rasa dengan Tegoshi-senpai?” tanya Mai yang masih menangis.
“Gomen ne Mai, Gomen. Aku, aku mulai menyukainya.” suara Sera bergetar di akhir kalimat.
“Sera, kau di panggil Sensei ke ruang musik. Katanya kau harus bersiap-siap untuk lomba nanti.” suara Yumi yang baru datang ke kelas memecah lamunan Sera tentang kenangan kemarin dan juga membuat Sera untuk menghentikan tangisannya.
“Hai, Yumi.” langkah Sera gontai, ia tidak semangat menghadapi lomba.
Setibanya di ruang musik. Ia melihat ada dua orang lelaki yang sedang bercakap-cakap denga serunya.
Lelaki yang satunya adalah senseinya. Dan yang satu lagi, itu.. adalah Yuya.
“Tegoshi-senpai?” tanya Sera penasaran.
“Ah, Sera. Genki ka? Sebenarnya aku juga mengikuti kontes musik ini. Tapi karena aku harus pergi ke Tokyo sekarang jadi aku tidak bisa ikut.”
“Kau tetap ikut, Tegoshi!! Kau hanya tampil sekitar 5 menit lalu kau bisa pergi ke Tokyo!” kata Sensei memarahinya.
“Iya Sensei, aku kan hanya bercanda sedikit.”
“Ayo kalian berdua cepatlah bergegas, ganti pakaian kalian dengan pakaian itu,” kata Sensei sambil menunjukkan pakaian yang tergantung di pojok ruang musik.
“20 menit lagi kalian berangkat. Cepatlah bergegas.”
Sera langsung mengambil bajunya dan membawa bajunya ke kamar mandi untuk segera ia kenakan.
Setelah selesai memakai bajunya, ia menata sedikit rambutnya. Lalu ia keluar dari kamar mandi menuju ruang musik, ia merasa seperti ingin cosplay karena memakai baju yang belu pernah ia kenakan.
“Ano..” awal kata yang di ucapkan Sera ketika melihat Yuya sedang bersiap-siap memainkan pianonya.
“Eh, Sera.” Yuya terpaku melihat Sera. Ia refleks mengambil kamera yang ada di sampingnya dan langsung memfoto Sera yang sedang berdiri di depan pintu sambil melihat bajunya yang ia pikir aneh. Sera memang lamban, ia tidak sadar bahwa Yuya memfotonya. Dan Yuya bersyukur atas itu.
“Senpai kau ikut lomba bermain piano ya?” tanya Sera dengan nada polos.
“Iya, bermain piano sambil bernyanyi.”
“Bolehkah aku mendengarnya? Lagipula masih ada waktu 10 menit sebelum pergi. Aku juga ingin senpai memainkan piano sambil bernyanyi untukku. Aku ingin mempunyai kenangan indah oleh orang yang kusuka.” kata Sera dengan polos sambil mengusap air mata yang mulai jatuh.
“Sera menyukaiku?” tanya Yuya kaget.
“Hai, dari tadi pagi aku mulai menyukai senpai. Jadi, apakah senpai mau mengabulkan permohonanku yang tadi?”
Yuya mengangguk, ia luar biasa senang. Ternyata gadis yang ia sukai juga menyukainya. tapi di lain sisi ia juga sedih karena ia harus pergi ke Tokyo.
“Sera orangnya terbuka ya?” kata Yuya sebelum memulai permainan pianonya.
Jari jemari Yuya mulai menari di atas tuts-tuts piano, dan suara merdunya mulai menyeimbangi nada-nada piano yang ia mainkan.
Wajah Sera yang sontak memerah karena baru kali ini ada yang memainkan piano untuknya dengan sangat indahnya. Ia bahagia sekali. Semangatnya kembali terisi, tekad akan kemenangan untuk kompetesi musik biola yang akan ia ikuti hari ini kembali masuk dalam dirinya.
“Bagaimana?” tanya Yuya setelah selesai mengabulkan permohonan Sera.
“Sangat indah.” wajah Sera yang merona membuat Yuya menjadi sedikit salting.
“Anak-anak ayo cepat. Lomba akan dimulai sejam lagi. Kita harus pergi sekarang.” suasana yang romantis dirusak oleh kehadiran Sensei yang memerintahkan mereka untuk bersiap-siap.
Sampai di tempat, Yuya dan Sera berpisah. Tanpa sepengetahuan Sera, Yuya memasukkan sebuah amplop ke dalam tas tangan Sera yang terbuka.
2 jam berlalu, Sera baru saja menyelesaikan permainan biolanya di hadapan para juri. Dan sekarang ia ingin pergi mengantar Yuya ke stasiun.
“Sensei, liat Tegoshi-senpai ngga? Aku mencarinya sedari tadi.” tanya Sera yang melihat Senseinya sedang berjalan entah kemana.
“Dia sudah pergi dari tadi, dia peserta pertama. Selesai tampil langsung pergi. Mungkin dia sudah ada dalam perjalanan.” jawab Senseinya yang langsung pergi entah kemana.
Sera terduduk lemas, air matanya terjatuh lagi. Tapi ia segera menahannya dengan tissue yang sedang ia ambil di dalam tas tangannya. Tanpa di duga ada sebuah amplop berwarna pink yang indah dan juga harum. Dengan gerakan refleks ia membuka isi amplop tersebut. Kali ini tangisannya tak dapat di tahan lagi ketika ia meliaht isi amplop tersebut, di dalamnya hanya ada sebuah foto dirinya yang sedang memainkan biola. Di belakang foto, ada tulisan ‘daisuki, Adachi Sera’ dan di bawah kanan foto tersebut ada nama Tegoshi Yuya beserta tanda tangannya.
“Kenapa kau pergi Senpai?”
Lomba selesai, dan Sera kini pulang ke rumahnya. Sudah menjadi kebiasaannya, setiap pulang ia pasti memeriksa kotak surat keluarga Adachi. Ada surat, dengan amplop yang sama dari Yuya. Ia membuka isinya. Di dalamnya ada sebuah kancing seragam sekolah yang sering digunakan oleh siswa sekolahnya.
“Ada suratnya.”
Sera segera membaca isi suratnya,
Adachi Sera, aku menyukaimu sejak aku pertama kali melihatmu
Rambut ikalmu yang membuatku jatuh cinta padamu
Juga sifat yang polos dan terbuka
Sedih rasanya tidak bisa ikut upacara kelulusa di sekolah kita
Tadinya aku berniat memberikanmu kancing ini,
Tapi karena aku pindah ke Tokyo
Maka aku hanya bisa memberimu lewat surat ini
Tetap semangat ya Sera
Sera hanya tersenyum, ia berusaha tegar. Ia tidak mau menagis lagi. Kata-kata terakhir surat tersebut yang membuatnya untuk tidak menangis lagi.
*FLASH BACK END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar